
Situs petirtaan Watugede
Situs Petirtaan Watugede
Situs patirtan Watugede, berada di Singosasi Kabupaten Malang, merupakan situs bersejarah, yang memiliki nilai keramat bagi masyarakat pelestari budaya Jawa. Kolam patirtan Watugede pada masa kerajaan Sanghasari sekitar tahun 1222 s/d tahun 1292, digunakan sebagai tempat pemandian permaisuri raja, yakni Ken Dedes dan para puteri Keraton (Rahadhian, 2015). Masyarakat Jawa saat ini, masih banyak yang menggunakan kolam patirtan tersebut, untuk wisata spiritual.
Menurut sejarah yang terdapat pada Kitab Negarakartagama, Petirtaan Watugede merupakan Taman Boboji, tempat pemandian atau petirtaan Putri Ken Dedes, istri Tunggul Ametung penguasa Tumapel. Pada saat Ken Dedes mensucikan diri, dia mengeluarkan sinar berwarna biru, yang tanpa sengaja Ken Arok melihatnya. Lalu Ken Arok berlari dan mengatakan pada gurunya, yaitu Empu Lohgawe. Empu Lohgawe pun mengatakan bahwa seorang putri yang mempunyai ciri seperti itu, disebut Putri Anarendra Anariswari, perempuan utama yang akan melahirkan raja-raja di nusantara. Dari situlah Ken Arok bertekad membunuh Tunggul Ametung dan merebut istrinya, Ken Dedes.
Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok memperistri Ken Dedes. Lalu Ken Arok menjadi Akuwuh Tumapel dan mengganti nama negaranya menjadi Singosari (Singhasari) dengan gelar abiseka Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi. Petirtaan Watugede juga merupakan saksi bisu tradisi leluhur, dimana setiap anak perempuan wajib disucikan dari semua kalangan tanpa terkecuali, artinya seorang putri yang menginjak usia 7 tahun tidak boleh keluar rumah (dipingit), lalu mereka diberikan pengertian tentang bagaimana menyatu dengan alam, dan menyambung roso dengan para leluhurnya tentang kehidupan, baik masalah jiwa atau batin, dan kepribadian dalam menjalani kehidupan keseharian, dimana para putri memiliki aturan-aturan atau lelagu, tidak boleh berbuat semaunya. Bagaimana cara bertutur, dan berperilaku, semua ada aturannya yang sampai saat ini masih dijalani para putri keraton.
Di dalam area petirtaan ini juga ada sebuah sumur dan palinggih yang kerap dijadikan sebagai tempat meletakkan sesaji bagi para umat Hindu. Tak jauh dari sumur tersebut, juga terdapat tiga buah batu yang konon sering dijadikan sebagai batu pengasah pedang. Pedang yang diasah tersebut merupakan senjata yang digunakan untuk melaksanakan hukum pancung. Hukuman pancung tersebut konon diberikan kepada lelaki yang nekat menyelinap masuk ke dalam area pemandian. Sebab, pemandian ini hanya boleh dikunjungi oleh Putri Raja beserta dayang-dayangnya saja. Tak hanya itu, di dekat sumur juga terdapat gua yang berfungsi sebagai tempat berlindung bagi para putri saat bahaya mendekat. Sayangnya, gua ini sekarang telah berada dalam kondisi tertutup.
https://museum-singhasari.site/id/